Senin, 06 Januari 2014

IDDAH, RUJUK, DAN THALAQ


IDDAH

A.    PENGERTIAN IDDAH
Iddah berasal dari kata Adad yang artinya menghitung maksudnya adalah perempuan menghitung hari-harinya dan masa bersihnya.
Menurut istilah yaitu lamanya perempuan (Istri) menunggu tidak boleh kawin setelah kematian suaminya atau setelah berpisah dengan suaminya.
Iddah sudah di kenal juga pada zaman jahiliyah mereka hampir tidak pernah meninggalkan kebiasaan iddah tatkala islam datang kebiasaan itu di akui dan tetap di jalankan karena ada beberapa kemaslahatan di dalamnya. Para ulma’ bersepakat bahwa iddah itu wajib hukumnya. Karena Allah berfirman:
والمطلقات يتربصن بأنفسهن ثلاثه قروء........ (البقرة : 228)
Artinya: “ wanita yang di tholak hendaknya menahan diri menunggu (tiga kali kuru’)”…. (al-Baqoroh [2]: 228).
NAbi Muhammad bersabda kepada Fatimah binti Qais:
وقوله صلى الله عليه وسلم لفاطنة بنت قيش : إعتدي في بيت ابن أم مكتوم
Artinya: “Beriddahlah kamu di rumah Ibnu ummi maktum”….


B. MACAM-MACAM DAN HUKUM IDDAH
1. Iddah Talak
Iddah talak adalah terjadi karena perceraian, perempuan yang berada dalam iddah talak antara lain:
a. Perempuan yang telah di campuri dan ia belum putus dalam masa haid. Iddahnya 3 kali suci (3 kali haid atau 3 kali Quru’).
Firman Allah SWT:
وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلاثَةَ قُرُوءٍ وَلا يَحِلُّ لَهُنَّ أَنْ يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللَّهُ فِي أَرْحَامِهِنَّ إِنْ كُنَّ يُؤْمِنَّ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَلِكَ إِنْ أَرَادُوا إِصْلاحًا وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ (البقرة : 228)
Artinya : “Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) itu menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
Mengenai quru’ para ulama’ fiqih berpendapat berbeda-beda:
1. Fuqaha berpendapat bahwa quru’ itu artinya suci yaitu masa diantara haid.
2. Fuqaha lain berpendapat bahwa quru’ itu haid, terdiri dari Imam Abu Hanifah, Ats-tsauri Al-Auzali, Ibnu Abi Laila. Alasanya adalah untuk mengetahui kolongnya rahim, tidak hamil bagi wanita yang di talak, sedangkan kekosongan rahim hanya di ketahui dengan haid.
3. Fuqaha Anshor berpendapat bahwa quru’ adalah suci terdiri dari Imam Mahit dan Syaf i’. alasanya adalah menjadi pedoman bagi kosongnya rahim dimana masa suci pada haid bukan bukan berarti berpegang pada haid terakhir maka tiga yang di syaratkan harus lengkap masa suci diantara 2 haid.
Nabi SAW bersabda :
مرة فليراجعها حتى يحيض شمّ تطهر ثحيض حتى تطهر شمّ يطلقها
ان شآء قبل ان يمسّها
Artinya : “ suruhlah dia, hendaklah ia merujuk istrinya sehinggah ia haid, kemudian suci kemudian haid lagi kemudian menceraikanya juka mau sebelum ia menyentuhnya. Demikian itulah iddah yang diperintahkan oleh Alloh SWT untuk menceraikan istri”
b. Perempuan yang dicampuri dan tidak haid baik ia perempuan belum balig atau perempuan tua yang tidak haid, maka iddahnya untuk 3 bulan menurut penggalan, jika tertalak dapat bertemu pada permulaan bulan
والىء يئسن من المحيضى من نسائكم ان ارتبتم فعرّتهن ثلثة اشهر واّلئ لم يحض (الطلاق :4)
Artinya : “ Dan (pr) yang putus asa dari haid diantara (pr) jika kamu ragu (tentang masa iddahnya) maka iddah mereka untuk tiga bulan, dan begitu pula (pr) yang tidak haid.” (Q.S. At Talak : 28 :4)
c. Perempuan-perempuan yang tertalak dan belum di setubuhi, perempuan ini, tidak ada iddahnya.
Firman Allah SWT :
ياايهاالذين امنوااذانكحتم المؤمنت ثمّ طلقتموهنّ من قبل ان لاتمسوهنّ فما لكم عليهنّ من عرة تعتر ونها (لللاحزاب :94)
Artinya : ‘’Hai orang-orang yang beriman apabila kamu menikahi perempuan@ yang beriman, kemudian k-moe ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka sekali-kali tidak wajib atas mereka iddah bagimoe yang kamu minta menyempurnakanya (Q.S Al Ahzab (22):49)
Jika perempuan belum pernah di setubuhi dan di tinggal mati maka iddahnya seperti iddahnya orang i’lah di setubuhi’’
Firman Allah SWT :
والذين يتوفّون منكم ويذرون ازوجا يتربصن بانفسهنّ اربعة اثهر وعشرا
Artinya : “ orang-orang yang meniggal dunia diantaramu dengan meninggalkan istri-istri (hendaknya para istri itu) menangguhkan dirinya (عدة) untuk 4 bulan 10 hari” (Q.S. Al-Baqoroh 2 : 234)

2. Iddah Hamil
Yaitu iddah yang terjadi apabila perempuan-perempuan yang diceraikan itu sedang hamil, iddahnya samapai melahirkan.

Firman Allah SWT :
واولت للأجمال اجملهن ان يضعن حملهنّ ومن يتق الله يجعل له من امره يسرا (الطلاق :4)
Artinya :“ dan (pr yang hamil waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandunganya . dan barang siapa yang bertaqwa kepada Alloh niscaya Alloh menjadikan baginya kemudian dalam urusnya”. (Q.S. At-talaq 28 : 4)
Contoh :
Apabila ia hamil dengan anak kembar maka iddahnya belum habis sebelum anak kembarnya lahir semua jika (pr) itu keguguran maka iddahnya ialah: sesudah melahikan baik baginya hidup, mati, sempurna badanya / cacat, ruhya telah ditiup /belum.

3. Iddah Wafat
Adalah: Iddah yang terjadi apabila seseorang (perempuan) di tinggal mati suaminya.iddahnya selama 4 bulan 10 hari.
Firman Allah SWT :
وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا (البقرة : 234)
Artinya : “Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (beridah) empat bulan sepuluh hari”. (Q.S. Al-Baqoroh: 234)

4. Iddah wanita yang kehilangan suami.
Seseorang perempuan yang kehilangan suaminya (tidak di ketahui keberadaan suami, apakah dia telah mati atau hidup) maka wajiblah di menunggu selama 4 tahun lamanya sesudah itu hendaknya dia beriddah bulan 10 hari.
عن عمر رضي الله عنه قال : أيما امرأة فقدت زوجها لم ندر أين هو فإنها تنتظر أربعة سنين ثم تعتد أربعة أشهر وعشرا ثم تحل.
Artinya: “ Dari Umar R.A berkata: bagi perempuan yang kehilangan suaminya dan ia tidak mengetahui dimana ia berada sesungguhnya perempuan itu wajib menunggu 4 tahun, kemudian hendaknya ia beriddah 4 bulan 10 hari barulah ia boleh menikah. (H.R Malik)

5. Iddah perempuan yang di Ila’
Bagi perempuan yang di ila’ timbul perbedaan pendapat apakah ia harus menjalani iddah atau tidak.
a. Jumhur Fuqoha’ mengatakan bahwa ia harus menjalani Iddah.
b. Zabir bib Zaid berpendapat bahwa ia tidak wajib iddah.
Perbedaan pendapat ini di sebabkan iddah itu menghabungkan antara iddah dan maslahat bersama-sama. Oleh karena itu bagi fuqoha’ yang lebih memperhatikan segi kemaslahatan, mereka tidak memandang perlu adanya iddah, sedangkan fuqoha’ yang lebih mempewrhatikan segi ibadah maka mereka mewajibkan iddah atasnya.

C.  KEDUDUKAN HUKUM IDDAH
Apabila iddahnya adalah iddah tala’ maka suami berhak merujuk kembali. Akan tetapi, apabila ia hendak menikah dengan laki-laki lain, maka ia harus menunggu sampai iddahnya habis.
              
             D.HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM MASA IDDAH
Fuqoha’ telah sepakat dalam masa iddah tala’ roj’I berhak mendapat nafka dan tempat tinggal. Istri-istri yang di talak dalam keadaan hamil masih berhak mendapat nafkah dan tempat tinggal.
Firman Allah:
أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ وَلا تُضَارُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ وَإِنْ كُنَّ أُولاتِ حَمْلٍ فَأَنْفِقُوا عَلَيْهِنَّ حَتَّى يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ (الطلاق : 6)
Artinya : “Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (istri-istri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin” (Q.S. At-Thalaq :6)

E. KELUAR RUMAH BAGI ISTRI YANG BERIDDAH
para ahli fiqih berpendapat tentang hukum perempuan keluar rumah dlam masa iddah sebagai berikut
No
ULAMA’
SIANG
MALAM
1
Hambali
Boleh
Tidak Boleh
2
Hanafi
Tidak Boleh
Tidak Boleh
عن جبر عبدالله رضي الله عنهما قا ل : طلقت حالتى, فااردت ان تجرنخلها فرجرها ان تخرج فات النبى صلى الله عليه وسلم فقل : بال فجري نخالك,فاءنك عسى ان تقى اوتفعلى معرّوفا
Artinya : " jabir bin Abdullah R.A berkata 'Bibiku dicerai ole suaminya lalu ia ingin memetik buah kurmanya tapi dia dilarang oleh seorang laki-laki agar tidak keluar rumah. Bibiku kemudian datang kepada rosul untuk menanyakan hal itu beliau menjawabnya : Ia, boleh. Petiklah buah kurmamu semoga kamu bisa bersedekah atau berbuat kebaikan”


  
RUJUK
A. Pengertian Rujuk
Rujuk menurut bahasa artinya kembali, sedangkan menurut istilah adalah kembalinya seorang suami kepada mantan istrinya dengan perkawinan dalam masa iddah sesudah ditalak raj’i. sebagaimana Firman allah dalam surat al-baqarah :228
“Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka(para suami) itu menghendaki islah”. (Q.S.Al-Baqarah:228)
Bila sesorang telah menceraikan istrinya, maka ia dibolehkan bahkan di anjurkan untuk rujuk kembali dengan syarat keduanya betul-betul hendak berbaikan kembali (islah). Dalam KHI pasal 63 bahwa Rujuk dapat dilakukan dalam hal:
a. Putusnya perkawinan karena talak, kecuali talak yang telah jatuh tiga kali atau talak yang di jatuhkan qabla al dukhul.
b. Putus perkawinan berdasarkan putusan pengadilan dengan alasan atau alasan-alasan selain zina dan khuluk.

B. Pendapat Para Ulama tentang Rujuk
Rujuk adalah salah satu hak bagi laki-laki dalam masa idah. Oleh karena itu ia tidak berhak membatalkannya, sekalipun suami missal berkata: “Tidak ada Rujuk bagiku” namun sebenarnya ia tetap mempunyai rujuk. Sebab allah berfirman: Artinya: Dan suami-suaminya berhak merujuknya dalam masa penantian itu”. (al-Baqarah:228)
Karena rujuk merupakan hak suami, maka untuk merujuknya suami tidak perlu adanya saksi, dan kerelaan mantan istri dan wali. Namun menghadirkan saksi dalam rujuk hukumnya sunnah, karena di khawatirkan apabila kelak istri akan menyangkal rujuknya suami.
Rujuk boleh diucapkan, seperti: “saya rujuk kamu”, dan dengan perbuatan misalnya: “menyetubuhinya, merangsangnya, seperti menciummnya dan sentuhan-sentuhan birahi.
Imam Syafi;I berpendapat bahwa rujuk hanya diperbolehkan dengan ucapan terang dan jelas dimengerti. Tidak boleh rujuk dengan persetubuhan, ciuman, dan rangsangan-rangsangan nafsu birahi. Menurut Imam Syafi’I bahwa talak itu memutuskan hubungan perkawinan.
Ibn Hazm berkata: “Dengan menyetubuhinya bukan berarti merujuknya, sebelum kata rujuk itu di ucapkandan menghadirkan saksi, serta mantan istri diberi tahu terlebih dahulu sebelum masa iddahnya habis.” Menurut Ibn Hazm jika ia merujuk tanpa saksi bukan disebut rujuk sebab allah berfirman.
Artinya: “Apabila mereka telah mendekati akhir masa iddahnya, maka rujuklah mereka dengan baik dan lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu.” (Q.S. At-Thalaq: 2)
C. Syarat dan Rukun Rujuk
1. Syarat Rujuk
a) Saksi untuk rujuk
Fuqaha berbeda pendapat tentang adanya saksi dalam rujuk, apakah ia menjadi syarat sahnya rujuk atau tidak. Imam malik berpendapat bahwa saksi dalam rujuk adalah disunnahkan, sedangkan Imam syafi’I mewajibkan. Perbedaan pendapat ini disebabkan karena pertentangan antara qiyas dengan zahir nas Al-qur’an yaitu:
“…….dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil…..”
Ayat tersebut menunjukan wajibnya mendatangkan saksi. Akan tetapi pengkiasan haq rujuk dengan hak-hak lain yang diterima oleh seseorang, menghendaki tidak adanya saksi. Oleh karena itu, penggabungan antara qiayas dengan ayat tersebut adalah dengan membawa perintah pada ayat tersebut sebagai sunnah.
b) Belum habis masa iddah
c) Istri tidak di ceraikan dengan talak tiga
d) Talak itu setelah persetubuhan
Jika istri yang telah di cerai belum perah di campuri, maka tidak sah untuk rujuk, tetapi harus dengan perkawinan baru lagi.
2. Rukun Rujuk
1) Suami yang merujuk
Syarat-syarat suami sah merujuk:
ü  Berakal
ü  Baligh
ü  Dengan kemauan sendiri
ü  Tdak dipaksa dan tidak murtad
2) Ada istri yang di rujuk
Syarat istri yang di rujuk:
ü  Telah di campuri
ü  Bercerai dengan talak bukan dengan fasakh
ü  Tidak bercerai dengan khuluk
ü  Belum jatuh talak tiga.
ü  Ucapan yang menyatakan untuk rujuk.
3) Kedua belah pihak (mantan suami dan mantan istri) sama-sama suka, dan yakin dapat hidup bersama kembali dengan baik.
4) Dengan pernyataan ijab dan qabul

Syarat lapadz (ucapan) rujuk:
a. Lafaz yang menunjukkan maksud rujuk, misalnya kata suami “aku rujuk engkau” atau “aku kembalikan engkau kepada nikahku”.
b. Tidak bertaklik — tidak sah rujuk dengan lafaz yang bertaklik, misalnya kata suami “aku rujuk engkau jika engkau mahu”. Rujuk itu tidak sah walaupun ister mengatakan mau.
c. Tidak terbatas waktu — seperti kata suami “aku rujuk engkau selama sebulan
D. Hikmah Rujuk 
     1) Dapat menyambung semula hubungan suami isteri untuk kepentingan kerukunan numah tangga
     2) Membolehkan seseorang berusaha untuk rujuk meskipun telah berlaku perceraian.
     3) Membolehkan seseorang berusaha untuk rujuk meskipun telah berlaku perceraian.
E. Hukum Rujuk
   1) Wajib apabila Suami yang menceraikan salah seorang isteri-isterinya dan dia belum menyempurnakan pembahagian giliran terhadap isteri yang diceraikan itu.
    2) Haram Apabila rujuk itu menjadi sebab mendatangkan kemudaratan kepada isteri tersebut.
    3) Makruh Apabila perceraian itu lebih baik diteruskan daripada rujuk.
    4) Makruh Apabila perceraian itu lebih baik diteruskan daripada rujuk.
    5) Sunat Sekiranya mendatangkan kebaikan.
F. Prosedur rujuk
Pasangan mantan suami-istri yang akan melakukan rujuk harus dapat menghadap PPN (pegawai pencatat nikah) atau kepala kantor urusan agama (KUA) yang mewilayahi tempat tinggal istri dengan membawa surat keterangan untuk rujuk dari kepala desa/lurah serta kutipan dari buku pendaftaran talak/cerai atau akta talak/cerai.
Adapun prosedurnya adalah sebagaiu berikut:
a. Di hadapan PPN suami mengikrarkan rujuknya kepada istri disaksikan mimimal dua orang saksi.
b. PPN mencatatnya dalam buku pendaftaran rujuk, kemudian membacanya di hadapan suami-istri tersebut serta saksi-saksi, dan selanjutnya masing-masing membubuhkan tanda tangan.
c. PPN membuatkan kutipan buku pendaftaran rujuk rangkap dua dengan nomor dan kode yang sama.
d. Kutipan diberikan kepada suami-istri yang rujuk.
e. PPN membuatkan surat keterangan tentang terjadinya rujuk dan dan mengirimnya ke pengadilan agama yang mengeluarkan akta talak yang bersangkutan.
f. Suami-istri dengan membawa kutipan buku pendaftaran rujuk datang ke pengadilan agama tempat terjadinya talak untuk mendapatkan kembali akta nikahnya masing-masing.
g. Pengadilan agama memberikan kutipan akta nikah yang bersangkutan dengan menahan kutipan buku pendaftaran rujuk.





THALAQ
      A.    Pengertian Thalaq
Firman Allah :
a.       وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئاً وَيَجْعَلَ اللهُ فِي خَيْراً كَثِيراً {النساء : 19}
Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”
Kata “thalaq” dalam bahasa Arab berasal dari kata thalaqa-yathalaqu-thalaqa yang bermakna melepas/mengurai tali pengikat, baik tali itu bersifat kongkrit maupun abstrak, kata thalaq merupakan isim masdar dari kata thalaqa-yathaliqu-thathqar yang bermakna “irsai” dan “tarku” yaitu melepaskan dan meninggalkan.
Al-Jaziri dalam kitabnya al-fiqh alal madzahibil arba’ah memberikan definisinya :
اَطَّلاَ قُ اِزْ لَةُ النِّكَاحِ اَوْ نُقْصَانِ حَلِّهِ بِلَفْظٍ مَخْصُوْصٍ.
Thalaq ialah menghilangkan ikatan perkawinan / mengurangi pelepasan ikatannya dengan mempergunakan kata-kata tertentu
Dalam istilah agama, “thalaq” artinya melepaskan ikatan perkawinan / bubarnya hubungan perkawinan.
حُلُّ رَابِطَةٍ الزَّاوَاجِ وَاِنْهَاءُ الْعَلاَ قَةِ الزَّوْجِيَّةِ
“Thalaq ialah melepas tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri”
b. Syarat-syarat Thalaq
1. Suami
a) Berakal
b) Baligh
c) Atas kemauan sendiri, karena bila atas kehendak orang lain tidak sah. Rasulullah bersabda :
اِنَّ اللهَ وَضَحَ عَنْ اُمَّتِىالْخَطَاءَ وَالنِّسْيَانَ وَمَااسْتُكْرِ هُوَاعَلَيْهِ
Sesungguhnya Allah melepaskan dari umatku tanggung jawab dosa silap, lupa dan suatu yang dipaksakan kepadanya
2. Istri      
a) Masih dalam lindungan suami
b) Berdasarkan atas akad perkawinan yang sah.

C. Hukum-hukum Thalaq
Dalam kehidupan suami istri tidak sepantasnya mereka berusaha memutuskan / merusak tali perkawinan. Meskipun suami diberi hak menjatuhkan thalaq tanpa alasan / sebab termasuk perbuatan tercela dan benci Allah. Rasulullah bersabda:
اَبْغَضُ الْحَـلاَلِ اِلَى اللهِ الطَّلاَقُ
“Perkara halal yang paling dibenci Allah ialah menjatuhkan thalaq”
Dan seseorang yang berusaha merusak tali hubungan suami istri dipandang keluar dari rel kebijaksanaan hukum Islam dan tidak sepantasnya ia menanamkan seorang muslim.
لَيْسَ مِنَّا مَنْ خَبَّبَ امْرَأَةً عَلَى زَوْجِهَا
Bukanlah termasuk golonganku orang merongrong hubungan seorang suami istri
Dalam hukum thalaq, para fuqaha berbeda-beda pendapat mengenai hukum asalnya, yaitu pendapat yang menetapkan bahwa suami diharamkan menjatuhkan thalaq kecuali karena darurat (terpaksa). Adapun sebab-sebab dan alasan-alasan untuk jatuhnya thalaq yang menyebabkan kedudukannya menjadi wajib, haram, sunnah dan makruh.
1. Thalaq menjadi wajib bagi suami atas permintaan istri, dalam hal ini suami tidak mampu menunaikan hak-hak istri, serta menunaikan kewajibannya sebagai suami.
Menurut H. Sulaiman Rasyid bahwa thalaq menjadi wajib apabila terjadi perselisihan antara suami istri dengan 2 hakam yang mengutus perkara keduanya sudah memandang perlu supaya keduanya cerai.
2. Thalaq menjadi sunnah apabila suami istri tidak sanggup membayar kewajiban (nafkah) dengan cukup / si istri rusak moralnya (tidak menjaga kehormatan dirinya), seperti berbuat zina, melanggar larangan agama / meninggalkan kewajiban agama seperti shalat, puasa.
3. Haram (bid’ah) jika istri dalam keadaan haid dan suami berlaku serong, baik dengan bekas istrinya ataupun dengan wanita lain.
Sayyid Sabiq mengemukakan bahwa thalaq diharamkan bila tidak ada keperluan untuk itu dikarenakan thalaq yang demikian dapat menimbulkan mudharat.
4. Mubah, hukum ini dibolehkan ketika ada keperluan seperti jeleknya perilaku istri, buruknya sikap istri terhadap suami, suami menderita karena tingkah laku istri dan suami tidak mencapai tujuan perkawinan karena istri.
5. Makruh, dikarenakan thalaq itu menghilangkan perkawinan yang di dalamnya terkandung kemaslahatan-kemaslahatan yang sunnahkan dan makruh merupakan hukum asal dari thalaq tersebut.
D.  Macam-macam Thalaq
1. Ta’liq thalaq
Menta’liqkan thalaq sama hukumnya dengan thalaq tunai, yaitu makruh (menurut hukum asal). Tetapi kalau adanya ta’liq itu akan membawa kepada kerusakan sudah tentu hukumnya menjadi terlarang.

2. Khulu’ (thalaq tebus)
Khulu’ adalah thalaq yang diucapkan oleh suami dengan pembayaran dari pihak istri kepada suami, thalaq ini biasanya dilakukan atas kehendak istri dan dapat dilakukan sewaktu suci maupun haid.
Khulu’ dapat mengakibatkan bekas suami tidak dapat rujuk kembali dan tidak boleh menambah thalaq sewaktu iddah, hanya diperbolehkan kawin kembali melalui aqad baru.
Beberapa hukum tentang khulu’ diantaranya wajib apabila atas permintaan istri dikarenakan suami tidak mau memberi nafkah batin terhadap istri, haram jika hanya untuk menyengsarakan istri dan anak-anaknya. Mubah ketika istri ada keperluan yang membolehkan istri menempuh jalan lain, makruh hukumnya jika tidak ada keperluan untuk itu dan dapat menjadi sunnah bila dimaksudkan untuk mencapai kemaslahatan yang lebih memadai bagi keduanya. Menurut Imam Syafi’i asal hukum khulu’ adalah makruh dan dapat menjadi sunnah hukumnya bila si istri tidak baik dalam bergaul bagi si suami.
3. Fasakh
Dalam putusnya perkawinan sebab fasakh bahwa hukum Islam mewajibkan suami untuk menunaikan hak-hak istri dan memelihara istri dengan sebaik-baiknya, tidak boleh menganiaya istri dan menimbulkan kemudlaratan terhadapnya.
Pada fuqaha menetapkan jika dalam kehidupan suami istri menimbulkan sikap kemudlaratan pada salah satu pihak, maka pihak yang menderita dapat memutuskan perkawinan melalui hakim untuk menfasahkan perkawinan atas dasar pengaduan pihak yang menderita.

Beberapa alasan fasakh
a) Tidak adanya nafkah bagi istri
b) Terjadinya cacat / penyakit pada salah satu pihak
c) Penderitaan yang menimpa istri
4. Syiqaq
Syiqaq adalah krisis memuncak antara suami istri dengan adanya pertentangan pendapat dan pertengkaran yang tidak mungkin bisa untuk dipertemukan dan kedua belah pihak tidak dapat mengatasinya. Firman Allah SWT
وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُواْ حَكَماً مِّنْ أَهْلِهِ وَحَكَماً مِّنْ أَهْلِهَا إِن يُرِيدَا إِصْلاَحاً يُوَفِّقِ اللهُ بَيْنَهُمَا إِنَّ اللهَ كَانَ عَلِيماً خَبِيراً {النساء : 35}
Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.
Kedudukan cerai karena syiqaq bersifat ba’in (bekas suami istri hanya dapat kembali dengan akad baru).
5. Li’an
Kata li’an adalah masdar dari kata laa’ana-yulaa’inu-li’aana dari kata al-la’nu yang bermakna jauh, laknat / kutukan, sedangkan menurut istilah ialah sumpah yang diucapkan oleh suami ketika ia menuduh istrinya berbuat zina dengan 4 kali kesaksian bahwa ia termasuk orang yang benar dalam tuduhannya, kemudian pada sumpah kesaksian ke lima disertai pernyataan ia bersedia menerima laknat Allah jika ia berdusta dalam tuduhannya itu.
Dengan terjadinya sumpah li’an terjadilah perceraian antara suami istri dan tidak boleh terjadi perkawinan kembali untuk selamanya. Hadits Nabi
اَلْمُتَلاَ عِنَانِ اِذَا تَضَرَّقَا لاَ يَجْتَمِعَانِ اَبَدًا
Suami istri yang telah saling berli’an itu setelah bercerai tidak boleh berkumpul untuk selamanya”.